Skip to main content
Controlled fire, La Mosquitia, Rumdin community, Honduras - If Not Us Then Who?

Pemutaran Film-Film Dokumenter Dari Beberapa Negara Ikut Ramaikan KMANV

Ditulis oleh: Burhanudin, AMAN youth, BPAN

Di sela-sela Kongres Masyarakat Adat Nusantara V (KMANV) Indonesia Nature Film Society (INFIS), Life Mosaic, dan If Not Us Then Who melakukan pemutaran film dan diskusi terkait kondisi masyarakat adat. Baik masyarakat adat yang ada di Indonesia maupun masyarakat adat di Amerika Latin.

Pada hari Sabtu (18/03) mereka memutar film dokumenter Long Sa’an yang dibuat oleh David Metcalf dan beberapa film yang dibuat oleh lembaga-lembaga adat dari Amerika Latin. Puluhan peserta hadir untuk menyaksikan film-film dokumenter yang diputar. Bertempat di Balai Adat Tanjung Gusta, Deli Serdang, Medan, film pertama menayangkan tentang perjuangan Masyarakat Adat Guna Yala, Panama. Mereka mengelolah lahannya secara turun-temurun namun saat ini negara tiba-tiba mengklaim wilayah adatnya lalu memberikan kepada perusahaan-perusahaan perkebunan. Akibatnya mereka menjadi miskin dan tersingkir dari wilayah adatnya.

Selain itu, film tersebut juga menceritakan solidaritas Masyarakat Adat Guna Yala yang menjaga wilayah adat sebanyak 366 pulau terutama lautnya. Bersatu menjaga kebersihan lautnya dan tidak membiarkan sembarangan kapal untuk masuk. Bagi mereka kapal-kapal asing kadang hanya datang merusak, membuang sampah sembarangan di laut tanpa mempedulikan ekosistem laut yang berkelanjutan.

Film lainnya menceritakan kondisi sosial ekonomi masyarakat adat di Amerika Latin yang memiliki kearifan lokal menjaga hutan. Tidak menebang pohon besar karena baginya itu adalah sumber air untuk kehidupan. Selain kearifan menjaga hutan, juga memiliki nilai seni yang kuat. Bahkan mereka masih mampu bertahan hidup meskipun mendapat tekanan dan intervensi dari berbagai pihak yang memiliki kepentingan atas wilayah adatnya.

Setelah pemutaran Film dilakukan diskusi dengan beberapa ketua masyarakat adat Amerika Latin yang hadir. Salah satunya adalah Yuam Pravia dari Honduras menyampaikan maksud kedatangannya ke Medan dalam kegiatan KMANV. Selain untuk bersilaturahmi juga untuk mendiskusikan isu masyarakat adat dunia dengan memutarkan beberapa film-film dokumenter yang mereka buat. Harapannya melalui film ini mereka bisa membangun solidaritas masyarakat adat dunia. Pravia menjelaskan kondisi Masyarakat Adat di komunitasnya yang sama dengan apa yang dialami Masyarakat Adat Indonesia. “Masyarakat Adat di Indonesia juga mengalami penindasan, itulah yang membuat saya datang pada kongres ini. Karena saya merasa senasib sepenanggungan” ungkapnya pada sesi tanya jawab.

Pravia juga mengulas pengalamanya selama bertahun-tahun memperjuangkan wilayahnya. Disingkirkan dari wilayah adatnya, ditembaki dan bahkan adapula yang dibunuh. “Kami sudah mendapatkan pengakuan atas wilayah adat kami, tapi sayangnya wilayah kami tidak seperti dulu lagi, banyak yang telah hilang tergusur oleh pemerintah” tambahnya.

Film dokumenter Masyarakat Adat Dayak Long Sa’an di Kalimantan Utara menjadi film penutup. Film yang berdurasi selama 60 menit ini menceritakan kehidupan Philius dan suku lainnya di Long Sa’an mulai tahun 1950 hingga 2015. “Film tersebut sengaja saya putar perdana pada KMANV agar masyarakat adat termotivasi untuk memperjuangkan wilayahnya dan mendokumentasikan segala kearifan lokalnya agar tetap abadi” ungkap David Metcalf. David yang merupakan fotografer profesional ikut hadir KMANV hanya untuk bisa memutarkan film Long Sa’an yang baru selesai diedit. Rencananya setelah pemutaran perdana di KMANV, film ini akan diputar di Kalimantan Utara di lokasi dimana film tersebut dibuat. Kegiatan pemutaran film dan diskusi degan para pembuat filmya berlangsung hingga pukul 07.00 WIB. Pada saat sesi penutupan David memberikan beberapa foto-foto karyanya selama di Long Sa’an.