Skip to main content

“Siapa Lagi Kalau Bukan Kita?” Goes to Campus, Mengevaluasi Secara Visual Peran Masyarakat Adat dalam Perubahan Iklim

Universitas Indonesia, Depok 10 Desember 2015. Film “Hope (Harapan)” menjadi salah satu film yang mewakili kisah perjuangan masyarakat adat Indonesia pada Pertemuan Para Pihak (COP) ke-21 Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) yang berlangsung di Paris awal Desember ini. Film ini menceritakan kisah masyarakat adat Dayak Iban desa Sei Utik di Kalimantan Barat yang berjuang menjaga hutan mereka dari ekspansi perkebunan kelapa sawit.

Foto dan film yang ditampilkan dalam rangkaian kegiatan Siapa Lagi Kalau Bukan Kita (If Not Us Then Who) itu sendiri merupakan kumpulan kerja keras Handcrafted Films selama lebih dari dua tahun dengan mengajak rekan-rekan dari LSM dan masyarakat sipil dari berbagai negara, mulai dari Indonesia, Brasil, Kongo, Nikaragua, hingga Peru. Kegiatan ini bertujuan menarik perhatian publik pada isu kerusakan hutan yang semakin meluas, memberikan solusi berbasis masyarakat, yang akhirnya dapat mendorong komitmen pemerintah untuk memperlambat laju perubahan iklim. Dalam kegiatan pemutaran film kali ini, film Dayak dan Drones, Penjaga Hutan Bumi Jargaria, dan Para Leluhur juga di tayangkan untuk menggugah sikap kritis dari para mahasiswa dan dunia akademisi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat adat.

Hubungan masyarakat adat dengan hutannya kini terancam oleh eksploitasi sumber daya alam dunia modern. Masyarakat yang menjadikan hutan sebagai rumah mereka, kini harus terus berjuang dan sering kali mengalami kekerasan ketika mempertahankan wilayah adat mereka. Melalui rangkaian gerakan ‘Siapa Lagi Kalau Bukan Kita’ yang berlangsung secara global, setiap pihak yang terlibat berusaha untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan diatas dengan mengevaluasi secara visual sebuah elemen kunci dari perubahan iklim. Acara yang diadakan pada 10 Desember 2015 di Ruang Cinema Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia ini, merupakan kegiatan kedua setelah ITB Bandung pada Oktober 2015 lalu. Kegiatan ini menggandeng partner lokal Indonesia Nature Film Society (INFIS), yang dibantu oleh Research Center for Climate Change, University of Indonesia (RCCC UI), Forest Watch Indonesia (FWI) dan Himpunan Mahasiswa Bilogi UI.

Tidak hanya pemutaran film, acara ini juga dilanjutkan dengan diskusi interaktif dengan mahasiswa dengan pemateri Een Irawan Putra (Indonesia Nature Film Society), Mufti Fathul Barri (Forest Watch Indonesia), dan Semiarto Aji Purwanto (Senior Analyst Pusat Kajian Antropologi Universitas Indonesia). Een Irawan Putra selaku Direktur Eksekutif Indonesia Nature Film Society mengatakah bahwa melalui video-video dokumenter ini kita bisa melihat langsung seperti apa kehidupan masyarakat adat di Indonesia dengan hutannya. “Kami ingin menyampaikan kepada masyarakat baik di Indonesia maupun di luar Indonesia, inilah bukti perjuangan masyarakat adat Indonesia dalam menjaga hutannya. Inilah bukti bahwa masyarakat adat mampu mengelola hutan mereka dari ratusan tahun yang lalu. Bukti mereka sudah berperan sejak lama menjaga dalam menjaga perubahan iklim” katanya. Ketika kita mulai berfikir cara untuk melindungi bumi, kita tidak hanya membahas mengenai politik dan kebijakan, tapi juga menceritakan mereka, orang-orang yang mengambil alih tanggung jawab melalui tindakan nyata, tidak peduli seberapa kecil.

Catatan Editor:

-